Hariring Peuting

edisi Petualangan Si Joe, menggapai langit-langit mimpi.

Saturday, December 10, 2005

II. Surgaku ditelapak kakimu

Dibagian sudut sebuah angkutan umum duduk seorang anak muda berusia seperempat abad, dengan ransel dan sebuah tas besar. Dari penampilan sekilas, orang akan menilai bahwa ia adalah sosok yang konyol dan kekanak-kanakan. Namun perhatikanlah matanya yang cekung, walau nampak sayu namun terpancar kekerasan tekad. Joe biasa ia dipanggil, sedang dalam perjalanan menuju rumahnya. Hatinya tak sabar menanti saat-saat pertemuan dengan keluarga yang sangat dicintainya.
Jam sudah menunjukkan pukul duabelas malam, namun jalanan masih ramai. Maklum, ini malam takbiran. Orang-orang sedang disibukkan dengan persiapan hari lebaran esok. Hari kemenangan bagi umat Islam setelah sebulan lamanya ditempa untuk mengendalikan hawa nafsu. Ramadhan memang baru saja berlalu, namun semangat ramadhan harus selalu kita bawa sampai perjumpaan kembali dengan ramadhan tahun berikutnya.

"Shalat tarawihku full di ramadhan tahun ini" dalam hati si joe bersyukur.

S
etelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam akhirnya si joe tiba di persimpangan jalan menuju rumahnya. Kenangan akan masa silam pun melintas dibenaknya. Banyak hal suka dan duka yang ia telah lewatkan disini. Kemudian pandangannya terhenti pada sesosok pemuda tinggi besar di sudut jalan dengan tatto yang memenuhi seluruh tangannya. Sudah semenjak tadi pemuda tersebut merhatiin si Joe. Mendapat perhatian seperti itu, si Joe bersiap-siap untuk hal yang terburuk.
"masa baru nyampe bandung aku harus disambut dengan perkelahian" geram si Joe dalam hati. Dan si Joe pun balas menatap dengan tajam sambil mengepalkan tangannya.
Namun lambat laun kepalan tangannya mengendur, ia merasa pernah mengenal pemuda ini di suatu saat yang lalu. Dan benar saja, tak lama kemudian si pemuda tersebut berseru memanggilnya.
"Kang Joe, kang Joe...!!!" ujarnya
"Ya ampun, ahmad..!!! kirain siapa, apa kabar mad..??" seru si Joe.
"Baik kang, baru pulang nih..?denger-denger sekarang kerja di batam ya kang..?"
"iya nih, ceritanya sih merantau. Hebat lah sekarangmah tattonya banyak banget, dikirain tadi ada preman mau ngajak berkelahi" kelakar si Joe.
"ah si akang mah bisa aja, abis mau gimana lagi kang" Ahmad meringis.

Muhammad namanya, biasa dipanggil ahmad. Dulu teman sepermainan si Joe semasa kecil. Masih jelas dalam ingatan si Joe sosok Ahmad yang dulu gemuk, kecil, putih dan mata sipit. Biasa menjadi bahan olok-olokan teman-temannya, namun mendapat perlakuan seperti itu dia tetap ceria. Entah mengapa saat besar kini ia malah menjadi seorang preman kampung. "Ah, ternyata jalan hidup seseorang sukar untuk ditebak" batin si Joe.
Setelah panjang lebar bercerita mengenang masa lalu, akhirnya si Joe pamit.

"aku pulang dulu ya mad"
" oh iya, silakan kang. Salam buat keluarga ya" jawab Ahmad
"InsyaAlloh. Oh ya, ini sekedar buat beli rokok" sahut si Joe sambil menyelipkan sehelai uang kertas di saku Ahmad.
"aduh kang, haturnuhun pisan nya" Ahmad kegirangan.

Si Joe pun melangkahkan kaki lagi. Sesampainya dirumah, adik kecil si Joe sudah menunggu dari tadi. Begitu melihat kedatangannya, ia memburu dengan senang. Merekapun berpelukan melepaskan kerinduan masing masing.
Ardi, adik satu-satunya si Joe. Sekarang baru duduk di bangku kelas lima SD. Umurnya memang terpaut jauh, namun mungkin karena itulah si Joe begitu menyayanginya.

"mana mama di..?" tanya si Joe
"mama sakit, tuh ada didalam kamar" jawab adiknya
Mendengar kabar mamanya sakit, hati si Joe menjadi gelisah. Tanpa basa basi ia langsung memburu kedalam kamar ibunya.
"Ma...Joe pulang ma"
Mama si Joe ternyata sedang berbaring ditempat tidur. Mamanya menggigil hebat, tak mampu bersuara. Demam mamanya tinggi sekali. Melihat keadaan mamanya yang sakit, hati si joe pun serasa terkoyak-koyak. Mamanya yang begitu ia cintai. Ia rangkul mamanya. Airmatanya mulai terurai dimata si Joe. Bisa juga kamu nangis ternyata Joe.
Senyuman bahagia tersungging dari mulut mamanya. "Akhirnya kau pulang juga nak" batin mamanya.

"mama kenapa ma..?" ujar si Joe.
"entahlah, tiba-tiba saja mama demam, badan terasa sakit. Apalagi tangan dan kaki mama terasa kesemutan dan susah digerakkan" jawab mamanya dengan terbata-bata.
Si Joe merasa kebingungan dengan apa yang mesti dilakukannya. Penyakit lama mamanya kambuh kembali. "Tengah malam takbiran gini mana ada dokter yang buka" batin si joe sedih.
"Joe pijat ya ma pake minyak kayu putih" Si Joe menawarkan diri.
Mamanya hanya mengangguk pelan disela badannya yang menggigil hebat. Dengan telaten si Joe pun mulai memijat kaki, tangan dan punggung mamanya.
"minum obat dulu ya ma, besok baru kita cari dokter" Ujar si Joe.
Dengan perasaan haru, ia peluk mamanya, ia belai kepalanya dan ia seka keringat yang mengucur diwajah mamanya. Sungguh suatu pemandangan yang mengharukan. Ia tak peduli dengan kelelahan yang ia rasakan setelah menempuh perjalanan jauh.

Sambil tetap memeluk mamanya, didalam hati si Joe menjerit pilu. didalam batinnya ia berujar, "Bangkitlah ma, tegar.Jangan kau menyerah. Masih banyak yang harus kita selesaikan. Masih banyak cita-cita yang harus kita raih dan perjuangkan. Apapun akan kutempuh untuk membuatmu bahagia. Apa yang kulakukan selama ini semata mata hanya demi kebahagiaanmu. Bangkitlah ma. Surgaku ada ditelapak kakimu"
"bangkitlah ma, mari kita meniti hari esok yang lebih baik. aku ingin orang lain tak lagi memandang rendah dan hina kepada kita, aku ingin kau bisa merasakan kebahagiaan menimang seorang cucu nanti. Tegarlah ma, jangan menyerah!"
"Ya Alloh, hamba memohon kepadamu. Karuniakanlah kesembuhan kepada mamaku, kepada mama yang sangat aku cintai. Jangan engkau biarkan ia berlarut-larut dalam kesakitan ini ya Alloh. Berikanlah kekuatan kepadanya. Jangan kau timpakan hal-hal yang buruk kepadanya. Ya Alloh Ya Rabb, hamba sadari hamba seorang pendosa, tapi kali ini hamba mohon kau kabulkanlah doa hamba untuk kesembuhan mama hamba".

Ternyata Tuhan masih mengasihi si konyol Joe dan mamanya. Sebuah keajaiban terjadi. Berangsur-angsur, mamanya tak lagi menggigil hebat, demamnya sedikit demi sedikit mereda dan kedua tangannya mampu digerakkan kembali. Mamanya tersenyum kepadanya, "Alhamdulillah Joe, mama sudah agak mendingan" mamanya berkata.
"Oh ya, Mama udah buatkan gulai kesukaanmu, kamu pasti capek ya. Sana makan dulu".
Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut si koyol ini, dia hanya berucap syukur dalam hati lalu tersenyum dan perlahan melepaskan pelukannya. Ia pun kemudian bergegas menuju dapur, dan melahap gulai daging dan ketupat yang terenak yang pernah ia makan. Mamanya hanya tersenyum simpul melihat kelakuan si konyol ini.

.............
Hari raya idulfitripun tiba. namun ketika orang-orang sibuk menuju mesjid untuk menunaikan shalat ied, si konyol malah memilih menunggui mamanya. "biarlah tahun ini aku tak shalat ied" batin si Joe. Dan hari raya idulfitri pun ia lewatkan begitu saja.
Kemudian sore harinya setelah mencari-cari, akhirnya Joe menemukan dokter yang praktek pada hari idul fitri. Dan tanpa basa-basi ia langsung membawa mamanya berobat.


Joe...joe, ternyata dibalik kekonyolan dan kegelisahanmu, kau mampu memberi yang terbaik untuk keluargamu. Tetaplah berjuang Joe.

bersambung

Friday, December 02, 2005

I. Homecoming

"ma..aku jadi pulang"
"syukurlah, nanti mama buatin gulai daging kesukaan mu ya nak" jawab mamanya di ujung telpon.

Akhirnya si anak nakal ini jadi juga pulang untuk berlebaran bersama keluarganya di Bandung setelah tahun lalu ia lewatkan begitu saja sendirian di pulau Batam. Ya, perjalanan hidup menuntut Joe untuk merasakan bagaimana hidup jauh dari kampung halaman, dan ternyata perjalanan tersebut memberi banyak makna dan pelajaran yang sangat berguna kini dan kelak nanti. Bandung baginya sudah tak lagi mampu memenuhi segala hasrat dan keinginannya untuk mewujudkan cita-cita. Bandung hanya enak buat hura-hura saja, begitu ujarnya.

Dan pada H-1 ia pun melaksanakan niatannya. Keberangkatannya ke bandara Hang Nadim Batam ditempuh dalam waktu satu jam, sementara perjalanan ke Jakarta menggunakan pesawat udara hanya memakan waktu satu jam tigapuluh menit. Terima kasih kepada teknologi yang memungkinkan perjalanan sejauh itu bisa ditempuh dalam waktu singkat saja.
Bandara Hang nadim sendiri terletak di ujung timur pulau batam, sementara joe tinggal di ujung baratnya. Sepanjang jalan yang dilaluinya hanya terbentang hutan yang sebagian besar sudah gundul dan dialihfungsikan menjadi perumahan dan pusat bisnis. Si Joe hanya bisa meratapi hutannya yang kian hari kian menyempit saja. "Inilah potret buram bangsaku yang tak pernah bisa menghargai apa yang telah Tuhan berikan" batinnya.

Alih alih mikirin hutan yang makin gundul, mata si nakal Joe malah lirik sana sini ketika sudah ada dalam pesawat, dan ternyata pramugari-pramugarinya cakep-cakep dan seksi-seksi. Hanya saja polesan make-up yang begitu tebal serta rambut yang sudah diwarnai menurunkan selera si Joe. Maklum, untuk ukuran anak muda sekarang selera si Joe terbilang kuno. Ia lebih suka cewek yang natural alias tidak terlalu banyak dandan. "eksotis dan lebih Indonesia" jawab si Joe ketika suatu saat seorang temannya bertanya tentang alasan ia lebih memilih tipe cewek yang natural. Akhirnya urung niat si Joe buat ngecengin para pramugari. Ia hanya puas memandangi pantat aduhai mereka, yang dengan centilnya memperagakan bagaimana caranya memakai alat-alat keselamatan bila diperlukan nantinya.

Setibanya di cengkareng ia langsung menuju ke stasiun Gambir. Walau sekarang sudah ada jalan tol Cipularang yang bikin perjalanan Jakarta-Bandung bisa ditempuh dalam waktu dua setengah jam saja, namun petualang muda kita ini lebih memilih menggunakan kereta api, selain sekarang ini harga tiketnya lebih murah, konon katanya melakukan perjalanan dengan kereta api lebih terasa petualangannya. Ada-ada saja pikiran si bandel ini.
Dan untung saja kereta terakhir ke Bandung jadwal keberangkatannya sedikit molor dari waktu yang seharusnya sehingga si Joe masih bisa mendapatkan tiket. Dengan terburu-buru diapun langsung naik ke gerbong kereta dan mencari tempat duduknya.

Tapi rasa capeknya langsung hilang ketika dia mendapati bahwa yang duduk disebelahnya adalah cewek abg yang lumayan cakep juga.
"dasar kalau rejeki gak akan kemana" gumam si Joe.

Apa karena gara-gara baca buku when fish fly-nya John yokohama, si Joe sekarang jadi gemar buat bercakap-cakap sama orang yang duduk disebelahnya kalau dia lagi dalam perjalanan. Iseng-iseng dia coba memulai obrolan dengan pertanyaan basa-basi, dan setelah beberapa jurus pembuka akhirnya mereka pun berkenalan. Mia namanya, ternyata dia orang Tanjungpinang. Sungguh suatu kebetulan.

"Emang minat banget ya masuk STPDN, kan itu sarangnya tukang pukul?" guyon si Joe saat tahu kalau si gadis punya keinginan besar buat masuk STPDN.
"Abis gimana ya, bapak dan ibuku PNS di Batam, orang bilang buah jatuh tak jauh dari pohonnya" jawabnya.
"dan aku gak peduli loh pendapat miring orang tentang pegawai negeri" tambahnya lagi seakan mencoba menebak apa yang ada dalam pikiran si Joe, dan si Joe cuma bisa nyengir dan garuk-garuk kepala.
Memang kadang si Joe suka heran sama orang yang mati-matian kepingin jadi seorang aparat hukum atau pemerintahan, padahal sudah jadi rahasia umum kalau disana sulit buat bedain mana duit halal dan mana duit haram. Pendapat tiap orang beda-beda dan itu harus kamu hargai Joe.

Setelah sekian lama ngobrol ngalor ngidul, sempat terlintas dalam benak si bandel buat masuk lebih jauh, kali-kali aja dapat. Namun ternyata bayangan mentari pagi mengurungkan niatannya. Mentari pagi, gadis yang telah mengisi lembaran hidup si Joe dengan cinta. Seorang gadis yang membuat hidupnya menjadi lebih berarti, yang membuat Joe benar-benar menjadi seorang laki-laki ketika ia ada disampingnya, dan Joe terlalu mencintainya.

Malam kian larut, dan tak terasa kereta pun mulai memasuki wilayah Bandung. Setelah sekian lama tinggal di Batam yang panas, si Joe sudah tak tahan lagi dengan udara malam Bandung. Ia kedinginan dan mulai bersin-bersin.
"nih ambil aja tissue ku" sahut Mia dengan wajah penuh iba.
"makasih ya, ternyata kamu baik sekali". Dasar bandel, dalam kedinginannya masih sempet aja godain anak gadis orang.

Tepat pukul setengah duabelas kereta tiba di stasiun Hall Bandung. Akhirnya merekapun harus berpisah setelah terlebih dahulu bertukar nomor telpon. Mungkin suatu saat bisa ketemu lagi, hanya Tuhan yang tahu.

"aah..Bandung, here i come" batinnya keras. Ia pun bergegas turun sambil tak lupa untuk mengirimkan berita lewat sms
...ma, aku dah di bandung, bentar lagi nyampe.


bersambung