Hariring Peuting

edisi Petualangan Si Joe, menggapai langit-langit mimpi.

Wednesday, March 08, 2006

V. Catatan Perjalanan

There are places I’ll remember
All my life though some have changed
Some forever not for better
Some have gone and some remain
All these places have their moments
With lovers and friends I still can recall
Some are dead and some are living
In my life I’ve loved them all
............(In My Life – The Beatles)


Lagu satu

“....Dengan nafas satu dua, seorang pemuda berusia sekitar seperempat abad berlari di lorong kota tua Jerusalem. Menyeruak diantara kerumunan para pelancong. Sesekali ia menengok kebelakang dengan perasaan waswas. Sementara itu, sekitar satu menit dibelakangnya tiga orang berseragam tentara lengkap dengan senapan berusaha mengejar. Tiba di gerbang Damaskus, bukannnya menuju keluar dari kota tua Jerusalem, si pemuda malah berbelok arah berlari menuju sebuah bangunan biru dengan kubah raksasa berwarna kuning keemasan. Raut muka putus asa tersirat dengan jelas di mukanya. Entah apa yang ia pikirkan, didalam bangunan ia bergegas menuju bagian tengah masjid lalu turun menyusuri tangga yang membawanya ke sebuah gua batu. Terang saja hal tersebut memberikan angin segar bagi ketiga tentara yang mengejarnya. Tanpa memperdulikan kesucian tempat itu, mereka menerobos masuk ke dalam gua dan mendapati si pemuda tadi terduduk disudut ruangan gua mendekap erat kedua kakinya, wajahnya pucat pasi. Tanpa dikomando lagi, mereka menodongkan senjatanya kearah kepala si pemuda tadi. Si pemuda bergidik, namun ia hanya bisa pasrah bersiap untuk menerima takdirnya disini.....”

Pemuda Joe tersentak terbangun dari tidurnya. Tubuhnya bermandikan keringat. Lalu ia meraih segelas air putih disampingnya dan meneguknya sampai habis. Entah mengapa, ini kali kedua si Joe bermimpi hal yang sama. Mimpi buruk yang terasa begitu nyata.

Waktu menunjukkan pukul setengah dua. Malam ini udara Batam terasa begitu panas. Hembusan kipas angin tak mampu lagi menyejukkan kamar berukuran 3x4 itu. Namun demikian si Joe berusaha untuk memejamkan matanya kembali, mencoba melupakan mimpi buruknya.

Elegi buat Joe

Guratan takdir seseorang memang tak pernah bisa diduga. Demikian halnya dengan pemuda Joe. Setelah kepindahannya ke Jakarta, kini ia dihadapkan pada tantangan yang menggelisahkan batinnya. Ia harus pergi. Pergi ke sebuah negara yang tak pernah terpikirkan untuk mengunjunginya. Sebuah negara penuh konfrrontasi semenjak masa Firaun sampai sekarang. Negara sarangnya zionis, Israel. Akankan mimpinya buruknya dulu menjadi sebuah kenyataan, entahlah. Akan tetapi, hidup adalah masalah keberanian menghadapi yang tanda tanya. Kita tak pernah tahu apa yang akan kita hadapi nanti. Dan dalam hal ini ternyata si Joe punya keberanian untuk menghadapinya. Maju terus Joe.

Terbang mengangkasa

Di pesawat boeing 777-200 milik ELAL, maskapai penerbangan israel satu-satunya, si Joe sedang asyik mendengarkan alunan lagu And I love her dari The Beatles. Ia pun jadi teringat akan orang-orang di tanah air yang ia cintai. Ia harus meninggalkan mereka untuk sementara. Disini, si konyol adalah seorang asing. Setiap orang memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya dan curiga. Si Joe hanya diam membisu tanpa ekspresi yang berarti. “Peduli amat ah..!” gerutunya. Ia lebih memilih membuang pandangannya keluar ke angkasa daripada harus terus menerus mendapatkan tatapan asing mereka.

Di luar sana, di ketinggian 37000 kaki diatas permukaan laut, langit tak tertutupi awan dan kerlip cahaya bintang-bintang terlihat lebih jelas dan begitu menakjubkan. Namun entah karena malam telah begitu larut, bagi si Joe pemandangan seperti ini serasa nyanyian nina bobo. Membelai dan mengajaknya untuk terbang pergi ke alam mimpi. Dan si konyol pun terbawa kesana.

Pagi pun tiba. Gemerlap cahaya bintang perlahan menghilang digantikan semburat jingga mentari pagi yang berkilauan diiringi suara John Lennon menyanyikan lagu Here Comes the Sun. Cahayanya menciptakan siluet dengan paduan warna yang sangat memesona diatas gumpalan awan tebal sehingga nampak seperti sebuah selimut kapas raksasa jungga yang menyembunyikan daratan dibawahnya. Si Joe terbangun dari tidurnya ketika pesawat turun menembus awan . Sejauh ia memandang, di sebelah kiri yang telihat hanyalah dataran tandus gurun Sinai dan disebelah kanan membentang Jazirah Arab tempat bangunan suci Ka’bah berada. Kapan kamu akan ziarah ketanah kelahiran sang Nabi? Si joe hanya membatin.

The first step

Setelah menempuh perjalanan selama limabelas jam, akhirnya pemuda Joe menjejakkan kaki ditanah dimana pernah tinggal nabi-nabi terdahulu sebelum masa kenabian Rasulullah saw. Hembusan angin diakhir musim dingin dalam kisaran empatbelas derajat celcius menyambut kedatangan si konyol.

Menurut penuturan seorang ulama yang ia dengar, unsur tanah disinilah yang diambil Sang Khalik untuk menciptakan kepala manusia pertama, Adam as. Namun, ditanah ini juga jutaan umat muslim Palestina menjadi korban. Yahudi memiliki segalanya kecuali tanah, dan mereka mengambil tanah ini dengan paksa.

Si Joe teringat juga akan kisah kepemimpinan Shalahuddin al-ayyubi yang gagah perkasa, yang mampu mempersatukan umat islam yang tercerai berai waktu itu serta mampu merebut kembali tanah ini dari kekuasaan orang-orang nasrani dengan damai. “Andai saja sekarang ada sosok pemimpin seperti Shalahuddin” gumam si Joe lemah, sama lemahnya dengan umat muslim dunia saat ini.

Alih alih membayangkan sosok Shalahuddin, si Joe nampak sedikit kaget. Yang terbayang dalam benaknya selama ini, Israel adalah sebuah negara kumuh dikelilingi oleh gurun tandus nan gersang. Kenyataannya, negara sekutu Amerika ini adalah negara maju dengan infrastruktur yang sangat modern. Bandara udara Ben Gurion sendiri adalah sebuah bandara yang sangat besar dengan bentuk bangunan yang melingkar dan penuh dengan nuansa abu-abu. Ukurannya jauh lebih besar dibandingkan dengan Soekarno-Hatta atau Bangkok.

Setelah selesai melewati serangkaian pemeriksaan, tanpa membuang waktu pemuda Joe bergegas naik kedalam taksi.

Kesan pertama

Dari jendela taksi yang membawanya menuju hotel, si Joe menerawang. Disepanjang jalan terhampar kebun-kebun bunga yang membentang luas laksana permadani hijau. Menurut penuturan supir taksi, bunganya akan bermekaran di awal musim semi menciptakan warna warna yang indah. Namun mimik wajah sang supir sedikit berubah ketika mengetahui dari negara mana si konyol berasal. Spontan dari mulutnya keluar kata-kata “its the most dangerous country in the world”, itu adalah negara yang paling berbahaya untuk dikunjungi. Si Joe hanya membatin meratapi citra buruk tanah airnya.

Akhirnya tibalah si konyol di Tel-aviv, sebuah kawasan urban. Disini kebanyakan yang tinggal adalah yahudi yang kurang atau sama sekali tidak taat dengan agamanya. Dulu ini adalah ibukotanya, namun sekarang telah dipindah ke Jerusalem. Dan lagi-lagi keadaannya menambah kaget si Joe. Sebuah kota dengan apartemen-apartemen yang berjejer rapi dengan ketinggian tak lebih dari empat lantai, jalan yang sepi dan bersih dengan dengan kedai kopi di sepanjang trotoar yang cukup lebar, taman-taman yang ditata dengan apik. Sebuah miniatur negara-negara di kawasan Eropa.

Dalam hati si Joe mengeluh, kenapa negaranya atau bahkan negara-negara Islam tetangganya pada umumnya tak bisa semaju seperti ini. Pantas saja mereka mampu menguasai perekonomian dunia.

Namun tak ada waktu untuk memikirkan semua hal itu, perbedaan waktu lima jam dengan Bangkok membuat hari ini terasa lama bagi si Joe. Kantuk yang menyerang tak mampu lagi ia tahan, ia pun tertidur dengan pulasnya.

Beraklimasi

Hari ini hari sabtu, hari kedua si Joe tinggal. Hari libur bagi penduduk setempat. Tokoh kita yang satu ini mulai merasa kesulitan dengan makanan yang disediakan oleh pengelola hotel. Maklum dia hanya terbiasa dengan nasi dan makanan tradisional Indonesia. “Benar apa kata Mulat, seharusnya aku bawa mie instant lebih banyak..!” gerutu si Joe.

Nampaknya ia harus mulai mencari restoran waralaba yang biasa menyediakan nasi dan ayam goreng, karena mungkin itulah makanan yang lebih familiar dengan perutnya disini, dan seharusnya di negara maju seperti ini ia dapat dengan mudah menemukan restoran semacam itu. Namun udara dingin memaksa si Joe untuk berdiam diri di dalam kamar. Diperlukan waktu lebih lama untuk untuk ber-aklimasi. Tadi pagi hidungmu mimisan ya Joe? Perjalananmu masih cukup lama disini, jaga kondisi kesehatanmu.

Akan tetapi berada di dalam kamar hotel yang sepi dan dingin membuat Joe bosan, belum lagi ditambah perutnya yang meronta-ronta meminta jatah makan siang hari ini. Akhirnya ia putuskan untuk mencari udara segar sekaligus membiasakan diri dengan kodisi sekitar.

Setelah tiga jam berkeliling, tak satupun restoran waralaba ia temukan. Akhirnya ia kembali ke kamarnya dan dengan terpaksa hari ini ia hanya makan sereal dan mie instan. Kasihan kamu Joe.

Membuka cakrawala dunia

Hari-hari berlalu terasa sangat lambat bagi si Joe. Baginya kini sehari adalah duapuluh sembilan jam. Kadang tengah malam dia terbangun dan tak bisa kembali tidur. Namun sedikit demi sedikit ia mampu menyesuaikan keadaan perutnya dengan makanan yang ada. Nasi, kentang atau roti sama aja. Baginya yang penting bagaimana ia bisa tetap sehat selama berada di negeri orang.

Mengenal dunia lebih luas, berkenalan dengan orang-orang asing dari berbagai belahan bumi membuat kita bisa lebih memahami suatu hal dari sudut pandang yang berbeda. Selain itu kita mampu menyadari bahwa semua manusia adalah sama dan berasal dari satu nenek moyang yang sama. Sama seperti halnya si Joe. Kini ia sedang asyik-asyiknya bereksplorasi dengan berbagai karakter manusia dari berbagai belahan dunia. Menyelusuri jalanan kota atau sekedar menikmati makan malam bersama ia jadikan sebagai sarana untuk itu, walau kadang ia harus rela merogoh kocek lebih dalam, tapi sepadan dengan pengalaman yang ia dapatkan.

Ada orang India yang pelit, orang Prancis yang senang berbasa-basi, ada orang Meksiko yang flamboyan dan alkoholik, orang Polandia yang ganjen, orang Amerika yang low profile, orang Portugal yang sok, orang yahudi yang keras, atau orang Singapure yang kocak.

Yang paling khas adalah Sanjay. Orang India yang pelitnya minta ampun. Segala sesuatu harus didapatkan dengan harga yang semurah-murahnya tapi dengan kualitas yang sebaik-baiknya. Pernah juga suatu hari karena tidak ada uang kecil untuk membayar makan, si Joe menggunakan uang Sanjay terlebih dahulu. Dan sejak saat itu setiap hari si Sanjay menagih uangnya seolah-olah si Joe tidak akan mengembalikan.

Ada juga Olivier dan Amandine, orang Prancis yang tidak bisa dengan benar melafalkan kata yang diawali dengan huruf H. Misalkan untuk kata how maka akan dilafalkan menjadi aw bukan haw. Selain itu orang Prancis lebih banyak berbasa-basi daripada langsung kepada pokok masalahnya. Namun selama dua minggu mereka telah mereka menjadi salah satu teman baik si konyol Joe, terutama Amandine. Keluguan serta parasnya yang cantik membuat siapapun akan senang untuk berteman dengannya.

Lain halnya dengan Sergio “the playboy” dari Mexico. Kegemarannya pada olahraga alam terbuka seperti penelusuran gua dan panjat tebing membuat ia harus kehilangan dua jari tangan kanannya. Tapi pengalaman ekspedisinya ke berbagai belahan dunia selalu menarik untuk disimak. Satu hal yang pasti, dia mampu menghabiskan beberapa gelas minuman beralkohol tanpa harus menjadi mabuk.

Sosok kocak Andi selalu mengundang tawa. Kata “lah” diakhir kalimat yang dia ucapkan membuat orang dengan mudah menebak dari mana ia berasal. Orang Singapura ini sangat easy going. Orang tidak akan pernah menyangka kalau usianya sudah mencapai kepala tiga. Ada kemiripan antara dia dengan aktor Stephen Chau, mulai dari marga Chau, wajah sampai dengan kekocakannya.

Ada juga Thomasz dari Polandia, dijuluki ‘the beer boy’ karena tiada hari tanpa segelas bir. Bisa dimaklumi karena kondisi negaranya yang dingin. Sangat menyenangi fotografi dan sedikit persuasif terhadap wanita cantik yang ia temui. Selalu saja cari-cari kesempatan untuk sekedar menyapa. Ada-ada saja.

Atau ada juga Zoltan dari Hungaria. Topik pembicaraannya tak pernah lepas dari pelajaran sejarah. Mulai dari sejarah yahudi, perang dunia kedua, kekaisaran Romawi bahkan sampai sejarah silsilah keluarganya sendiri.

Karena keadaan negaranya yang begitu dingin, baginya udara disini adalah surga.

Al Aqsha, once in a lifetime experience

Tak terasa sudah seminggu si Joe berada di negeri para yahudi, dan hari ini adalah akhir pekan. Saatnya bagi si konyol untuk beravonturir ke Jerusalem, kota suci bagi banyak agama didunia termasuk Islam. Disanalah Masjid Al-Aqsha berada, tempat Rasulullah saw Isra dan Mi’raj. Ini adalah kesempatan yang mungkin hanya terjadi sekali seumur hidup, dan pemuda Joe tak ingin membuang kesempatan ini dengan percuma.

Perjalanan ke Jerusalem dari Tel-aviv ditempuh dalam waktu satu jam. Tel-aviv ada di sebelah barat sedangkan Jerusalem ada di sebelah timur. Sepanjang awal perjalanan, yang dilalui hanyalah hamparan perkebunan jeruk, anggur dan gandum. Titik-titik oranye tersembul diantara hijaunya dedaunan yang basah oleh sejuknya embun pagi. Pemuda Joe berdecak kagum.

Jalan pun mulai menanjak, tanda perjalanan hampir sampai karena Jerusalem adalah kota yang didirikan diatas perbukitan. Pemandangan pun berganti dengan pohon pinus yang berderet rapi yang mengisi hampir semua ruang dilembahan ataupun di punggungan bukit. Diantara pepohonan terdapat beberapa kawasan pemukiman orang-orang Arab yang telah berpuluh-puluh tahun menetap disini. Sebuah kubah mesjid nampak dari kejauhan. Ini kali pertamanya si konyol mendapati bangunan mesjid disini.

Akhirnya tibalah si konyol di Jerusalem. Sebuah kota multi etnis dan religi, yaitu yahudi, nasrani dan Islam. Sebuah kawasan padat bangunan, namun berjejer dengan rapi. Semua bangunannya terbuat dari batu-batu yang diambil dari gunung-gunung di padang pasir sehingga menciptakan keseragaman warna pasir. Tak akan kita jumpai disini bangunan tembok ataupun bangunan dengan warna-warna selain itu. Semuanya seragam, mulai dari pusat pemerintahan, hiburan, pertokoan dan perumahan. Mungkin untuk menciptakan keseragaman dengan bangunan di kompleks The Old City.

Jerusalem sendiri sekarang adalah kota yang sangat luas. Dari Mount of Zion dapat kita lihat dengan jelas pemandangan The Old City, yaitu kompleks kota tua Jerusalem yang dikelilingi oleh benteng raksasa. Saksi sejarah dari kejayaan beberapa peradaban, diantaranya Mesir, Romawi dan Islam. Kota yang diperebutkan oleh semua pihak. Terdapat tujuh pintu masuk atau gate, diantaranya yang terkenal adalah Damaskus gate dan Western gate. Disini hidup berdampingan tiga bangungan keagamaan, Islam, nasrani dan yahudi. Didalamnya terdapat Tembok ratapan atau Wailing wall, makam King David atau Daud versi yahudi, Gereja nasrani yang dipercaya sebagai tempat peristirahatan terakhir perawan Maria, serta Masjid Al-Aqsha tempat Rasulullah saw Isra dan Mi’raj. Dan yang paling menonjol adalah bangunan Kubbatul Sahkra, dengan ornamen temboknya yang didominasi oleh warna biru serta kubah besarnya yang berwana keemasan. Kamu harus kesana Joe, ke tempat dimana kiblat pertama umat muslim berada.

Karena hanya muslim yang diperbolehkan untuk masuk ke kompleks masjid, si Joe memutuskan untuk memisahkan diri dari teman-temannya. Untuk bisa masuk kedalam kompleks masjid, si Joe harus melalui semacam tes terlebih dulu untuk memastikan apakah ia benar-benar muslim atau bukan. Sedikit mengaji surat pendek dari Al-Quran dan memperlihatkan paspor akhirnya si Joe diperbolehkan masuk.

Didalam kompleks, ia disambut oleh Kubbatul Sakhra. Bangunan heksagonal dengan warna cat dan ornamen biru serta kubah besarnya yang berwarna kuning keemasan membuat bangunan ini lebih menonjol dari yang lain. Dibagian tengah didalam mesjid terdapat tangga menurun menuju suatu gua kecil. Gua ini dipercaya sebagai tempat dahulu Rasulullah saw memimpin shalat bersama nabi-nabi terdahulu. Si Joe mendapat kesempatan untuk shalat dzuhur disana. Sungguh pengalaman yang menakjubkan. Disamping tangga terdapat sebuah bangunan segiempat kecil. Didalamnya terdapat sebuah batu yang melayang melawan arah gravitasi bumi. Menurut riwayat, batu ini adalah batu yang tidak diijinkan oleh Rasulullah ikut naik ke langit ketujuh dalam peristiwa Mi’raj. Karena itu kenapa batu ini sampai sekarang tetap melayang. Sungguh suatu fenomena alam yang luar biasa. Si Joe hanya mampu bertahmid menyaksikan kedua hal tersebut.

Perjalanan dilanjutkan ke Masjdil Al-Alqsha, kiblat pertama umat muslim. Apa yang terlihat dari atas sebenarnya adalah bangunan masjid baru yang dulu didirikan oleh khalifah Malik dari dinasti Ummayah (kalau tidak salah). Masjidil Aqsha sendiri yang dulu pernah disinggahi Rasulullah pada peristiwa Isra ada dibagian bawah bangunan yang baru. Tepatnya ada di sebelah kiri bawah bangunan Masjidil Aqsha yang baru. Setelah menyusuri lorong yang cukup panjang, akhirnya si Joe sampai di bangunan lama tersebut. Dia pun menyempatkan untuk shalat sunnat dan ashar disana. Suatu pengalaman yang mungkin hanya terjadi sekali dalam seumur hidupmu ya Joe? Belum tentu orang lain punya kesempatan kesana. Si Joe pun teringat akan mimpinya dulu. Akhirnya mimpi itu terjadi, ia bisa mengunjungi Masjidil Aqsha, tapi tanpa tentara-tentara yahudi yang berusaha mengejar dan membunuhnya.

Tersesat di Jerusalem

Setelah puas berkeliling di kompleks Al aqsha, si Joe memutuskan untuk kembali bersama teman-temannya. Mereka berjanji untuk bertemu ditempat yang disebut dengan Christian Quarter, karena disini adalah bagian dari the old city yang dianggap suci oleh umat nasrani. Akan tetapi si Joe sendiri tak tahu dimana persisnya tempat itu berada. Kamu nekat ya Joe? Demi Al-Aqhsa.

Setelah berkeliling menyusuri lorong kota tua dan bertanya ke penduduk sekitar, si Joe sadar, ia tak tahu dimana teman-temannya berada. Ia memutuskan untuk tetap mencari karena ia tak tahu kemana jalan pulang kembali ke Tel-aviv. Pertama-tama ia memutuskan untuk kembali ke western gate, tempat dimana mereka pertama kali masuk. Namun sampai disana ia tak menemukan apa yang dicari. Lalu ia berjalan kembali berkeliling menyusuri lorong kota tua. Ia sudah tak tahu lagi kemana arah ia melangkah, karena semua jalan nampak sama Setelah selama setengah jam mencari, sampai juga ia di Jaffa gate. Akan tetapi disini ia tak jua bertemu teman-temannya. Si Joe sadar, ia kini sendirian harus mencari jalan pulang.

Waktu menunjukkan pukul lima sore. Jalanan mulai sepi karena mayoritas orang yahudi taat mulai bersiap untuk menghadapi hari shabat yang dimulai pada pukul tujuh hari jumat dan berakhir pada pukul tujuh hari sabtu. Selama kurun waktu itu, mereka hanya diam didalam rumah tanpa melakukan suatu aktifitas apapun bahkan hanya sekedar untuk menyalakan lampu. Ahirnya ia memutuskan untuk menuju ke Damaskus gate, karena didepannya terdapat terminal bis yang mungkin bisa membawanya kembali ke Tel-aviv. Iapun kembali menyusuri lorong-lorong kota tua. Dalam perjalanannya meyusuri lorong-lorong, Ia kembali teringat akan mimpinya dulu.

“ini sih namanya dream come true...” batin si Joe dalam hati. Gambaran lorong-lorong kota tua Jerusalem sama seperti apa yang ia lihat dalam mimpinya.

Pukul setengah enam, si Joe sampai di Damaskus gate, ia sedikit lega karena bisa keluar dari kota tua. Kalau dihitung-hitung berarti si konyol sudah mengitari lebih dari sebagian kompleks kota tua Jerusalem. Iapun bergegas ia menuju terminal bis. Namun malang baginya, karena hari shabat sudah mulai masuk maka bis yang bisa membawanya kembali ke Tel-aviv sudah tidak beroperasi.

Si Joe diam membisu. Peluh mengucur di muka dan tubuhnya. Ia sedikit kebingungan dan mengeluh pelan. Namun sejurus kemudian mukanya kembali berseri, ia teringat akan pesan temannya saat berpisah tadi. Ada transportasi alternatif yang bisa membawanya kembali ke Tel-aviv. Mereka menyebutnya Sherut, sebuah mobil van yang digunakan bersama sama mirip angkutan umun di Indonesia. Karena seringnya bom bunuh diri terjadi di bis, mereka menganggap bepergian dengan bis sudah tidak aman, dan sherut ini menjadi alternatif angkutan umum yang lebih aman dan nyaman. Terminalnya tak jauh dari Damaskus gate. Ia hanya perlu bertanya ke satu atau dua orang untuk bisa mencapainya. Where there is a will, there is a way, dimana ada kemauan disana pasti ada jalan ya Joe.

Tamara namanya

Akhirnya si Joe bisa bernafas lega, ia berhasil menemukan Sherut yang bisa membawanya kembali ke Tel-aviv. Kini ia sedang dalam perjalanan pulang. Ongkosnya cukup murah untuk ukuran sana, hari biasa duapuluh shekel sedangkan hari jumat dan sabtu duapuluh lima shekel.

Disamping si Joe, duduk seorang gadis belia dengan paras yang cantik. Mukanya mengingatkan ia pada seorang gadis di Indonesia. Naluri nakal si Joe mulai memanggil. Sekedar untuk berbincang dan bertukar informasi kebudayaan apa salahnya untuk tidak dicoba. Perbincangan pertama dibuka dengan menanyakan apakah sherut ini memang menuju Tel-aviv, dengan alasan sekedar memastikan karena ia adalah turis yang tersesat.

Responnya diluar dugaan si Joe, ternyata ia gadis yang sangat ramah. Dengan senang hati ia menjelaskan kemana tujuan sherut ini dan berapa tarifnya. Merekapun lantas berkenalan. Tamara namanya, artinya buah kurma. Memang cocok orangnya manis sekali seperti manisnya buah kurma. Adalah kebiasaan orang sana untuk menanyakan arti dari sebuah nama pada saat berkenalan. Dan ketika ia menanyakan apa arti nama si Joe, si konyol hanya cengar-cengir tidak karu-karuan. Ia pun menjawab bahwa namanya hanyalah nama asli Indonesia dan nampaknya tak ada makna yang berarti yang terkandung dalam namanya.

Perbincangan pun semakin hangat. Tamara lahir dan besar di California namun ketika umurnya menginjak enam tahun, orang tuanya pindah ke Jerusalem. Tak heran bahasa Inggrisnya fasih dan lancar.

“Pantas saja bahasa Inggrismu bagus banget, aku jadi malu. Harusnya aku yang lebih bagus..” Ujar si Joe dengan sedikit malu-malu.

“Ah nggak kok, bahas Inggrismu juga bagus” Tamara sedikit memujil sehingga membuat muka si konyol sedikit memerah. Ada ada saja kamu Joe.

Tamara bercerita bahwa kaumnya lebih terbuka dalam mengungkapkan segala sesuatu hal ketimbang menyembunyikannya seperti karakter orang Asia kebanyakan. Antara terbuka dan tertutup mereka menyadari adanya kekurangan serta kelebihan tersendiri. Namun ketika si konyol sedikit memuji bahwa Tamara adalah nama seorang aktris cantik yang sangat populer di Indonesia, dia sedikit tersipu. Ah, ternyata wanita sama saja dimanapun adanya ya Joe. Senang dengan pujian.

Perbincangan pun berlanjut ke hal-hal lain. Tetapi benang merahnya sama, mencoba membandingkan antara kedua negara. Misalkan ketika Tamara berkata bahwa negaranya segala serba ada, mau pantai ada dibagian barat, salju ada dibagian utara, gurun pasir ada dibagian selatan serta pegunungan dan hutan ada dibagian timur. Lalu si Joe menimpal, bahwa ada kurang bila dibanding negaranya, yaitu hutan tropis dan korupsi. Tamara hanya bisa tertawa terbahak dan bertanya apakah sebegitu parahnya korupsi di Indonesia. Mau tidak mau si konyol menerangkan masalah korupsi di Indonesia.

Dan yang makin membuat tertawa mereka berdua terbahak-bahak adalah ketika si Joe menyadari bahwa mobil teman-temannya yang tadi membawanya ke Jerusalem tengah berpapasan dengan mobil yang mereka tumpangi. Sungguh suatu kebetulan yang menggelikan, ketika si Joe susah payah mencari mereka di kota tua, ternyata bertemu ditengah jalan tol.

Namun kehangatan itu harus berakhir ketika mereka akhirnya harus berpisah. Tak terasa Ibu guru playgroup school ini telah sampai ditujuannya. Dia akan menghadiri acara pesta yang diadakan oleh keluarga pacarnya di Tel-aviv. Dengan berat hati merekapun berpamitan. Apakah suatu saat bisa bertemu kembali, entahlah hanya Tuhan yang tahu.

“Senang berkenalan dengan mu....” Ujar si Joe mengungkapkan kesannya.
“Senang juga berkenalan denganmu, Joe.” Jawabnya.

Kamar hotel malam ini terasa begitu nyaman, mungkin karena hari ini si Joe terlalu capek. Dan akhirnya dengan cepat tokoh kita yang satu ini larut dalam mimpi-mimpi indahnya. Selamat tidur Joe.

The show must goes on

Hari berganti hari, tak terasa sudah dua minggu pemuda Joe tinggal. Dan kini saatnya untuk pulang kembali ke tanah air. Ada saat perjumpaan ada pula saat perpisahan, dan perpisahan selalu terasa begitu berat. Demikiah halnya dengan si Joe. Perjalanan kali ini begitu banyak menorehkan tintanya dalam lembaran-lembaran kisah hidup si Joe. Meninggalkan teman-teman barunya dan entah kapan bisa bersua kembali. Namun alur kehidupan harus tetap mengalir, the show must goes on. Mereka sadar akan hal itu.

Akhirnya jabat tangan erat teman-temannya serta peluk hangat Amandine mengakhiri avonturir si Joe kali ini.

“Sampai jumpa di babak lain dari episode kehidupan ini teman...” batin si Joe keras.

2 Comments:

  • At 11:14 AM, Blogger arghasme said…

    Mmmmhhh... cerita trainingnya mana ya ????

     
  • At 2:22 PM, Blogger d2nr said…

    cerita trainning yang mana..?
    Si Joe bilang, dia kesana buat avonturir kok ;;)

     

Post a Comment

<< Home