Hariring Peuting

edisi Petualangan Si Joe, menggapai langit-langit mimpi.

Friday, January 20, 2006

IV. Life is tough

Didalam kamar kostan berukuran 2x3 pemuda Joe duduk dengan satu tangan memegang kening. Ada apa gerangan Joe..?.
Dihadapannya berserakan beberapa lembar uang ribuan lecek dan kotor. Rupanya sore-sore begini si konyol lagi meratapi nasibnya. Gajian pertama di tempat kerja barunya masih dua minggu lagi tapi uang tabungan si konyol seminggu pun mungkin tak kan sampai. Pasti akan habis untuk makan sehari-hari. Belum lagi lusa ini ia sudah harus bayar uang kost kamarnya. Life is Tough ya Joe...
"gile bener. Mau makan apa aku nih ntar, trus mau bayar kost pake apa..??". Batin si Joe keras.
"Duh, belum lagi hutangku yang bejibun ma si Roy dan si Otoy". Dia mengaduh seraya mengacak-acak rambutnya.

Ternyata proses kepindahannya dari Batam ke Jakarta cukup banyak menguras uang tabungan si konyol yang tak seberapa itu. Apa mau dikata, itu sebuah resiko yang harus dihadapi. Dalam hal ini kamu sedikit nekat juga Joe. Padahal kamu janji sama si Roy dan si Otoy buat lunasin hutang kamu akhir bulan ini kan..? Payah kamu Joe, apa kata orang kalau mereka tahu keadaanmu kayak gini.
"Harus cari lobang baru nih..." Si Joe meringis sambil melirik ke ponselnya. Satu persatu dia lihat daftar nama-nama di ponselnya. Rupanya si konyol sedang mencari seseorang yang bisa dipinjami uang.

Pilihan pertama jatuh pada Nuga, teman kuliahnya. Buru-buru ia kirim sms. "Nug, bisa pinjemin aku duit gak. Ntar abis bulan diganti..?". Tak lama kemudian dia terima sms balasan dari Nuga, "Boleh, tapi aku minta kaos Bali-mu satu ya".
"Ok nanti kalau jadi, aku ke kost-an mu ya" balas si konyol singkat.

Tak sampai disitu usaha si konyol, ia lantas mencari nama lain yang bisa dipinjami uang. Lalu ia teringat akan Edy, sahabatnya semenjak jaman sma dulu. "Oh iya, aku pinjam Edy aja lah, kali aja dia ada duit" gumamnya pelan sambil perlahan menulis sms.
"Ed, bisa pinjemi aku duit gak? lagi butuh banget nih buat bayar kost-an". Isinya langsung pada maksudnya. Dan tak perlu menunggu lama untuk mendapat balasan, ponselnya langsung berbunyi tanda sms masuk.
"ok jangan khawatir Joe, aku pinjemin. Kamu datang aja ke kosanku ya" Balas Edy.
"Alhamdulillah" Sms Edy ini ternyata menenangkan si konyol yang lagi kelimpungan.
"ok, nanti aku ke-kost-an kamu, makasih ya Ed" Balasnya. Temanmu yang satu ini ternyata memang selalu tanpa pamrih ya Joe.

Alloh telah memberimu jalan Joe. "Untung ada kamu Ed, kalau enggak gimana nasibku ini. Dari dulu kamu memang bisa aku andalkan Ed". Gumam Joe sambil mengetok-ngetokan ponsel ke keningnya saking girangnya.
Akhirnya si konyol bisa tidur dengan tenang sore itu. Dan sebelum matanya yang sayu terlelap, ia bergumam. "Mudah-mudahan Alloh membalas segala kebaikanmu sahabat".

bersambung

Tuesday, January 17, 2006

III. Jakarta oh Jakarta

Sudah dua hari ini hujan deras mengguyur Jakarta. Dan ini mungkin saja pertanda kurang baik sebab saat musim hujan, Jakarta identik dengan banjir. Pemuda Joe sedang duduk-duduk di ruang lobby kost-kostan nya, menikmati udara pagi Jakarta yang hari ini terasa dingin. Suara hujan yang lebat mengingatkan Joe pada kenangan avonturir-avonturirnya ke gunung saat masih duduk di bangku sma dulu. "Ah andai saja waktu dapat diputar kembali", batin si Joe.

Dan hujan lebat seperti ini pun terjadi juga di Batam. Joe tahu akan hal ini dari surat yang dikirimkan
Roy sahabatnya disana. Joe harus berpisah dengan sahabatnya dan mencoba untuk mengadu nasib di Jakarta, kota dengan segudang keruwetan dan masalah, dan anehnya si konyol ini malah berprinsip kalau kita bisa survive di Jakarta maka kita akan bisa survive dimana saja.
"Hidup ini keras. Selagi masih muda kejar terus cita-citamu Roy, jangan berandai-andai dulu hidup enak. Karena kebahagian itu tidak diraih namun diciptakan" begitu dulu ia memberi semangat pada sahabatnya Roy di Batam.

"Ah..untung saja tidak ada aturan jam kerja di kantorku, jadi aku bisa tunggu sampai hujan reda" gumam si Joe seorang diri.
"Tapi hujan-hujan gini enaknya sambil ngopi... coba dari kemarin-kemarin aku jadi beli pemanas air...sial!" si Joe sedikit menyesali kemalasannya untuk membeli perabotan kostnya.
Tiba-tiba telpon gengamnya berbuyi, "Mentari Pagi..." si Joe berseru kegirangan, buru-buru ia mengangkat telpon genggamnya.
"kamu lagi dimana" Terdengar suara merdu seorang wanita diujung sana.
"hai, aku masih di kostan. Mau pergi tapi hujannya deras banget" seru si konyol.
"oh, syukur deh. aku khawatir kamu kehujanan di jalan". ujar Gadis dengan nada cemas.
"enggak kok, aku baik-baik aja, kamu gak perlu khawatir, bentar lagi juga hujannya reda" Joe menenangkan Mentari Pagi nya.
"ya udah kalo gitu, take care ya, I love u" Gadis mengakhiri pembicaraan.
"iya, I love you too". Joe menutup telpon genggamnya.

Ada perasaan tenang dan bahagia dalam hati si Joe, ketika selesai berbincang dengan Mentari Pagi. Akhirnya setelah lebih dari setahun terpisah demikian jauhnya kini ia bisa lebih banyak menikmati saat untuk bersama dengan Gadis, wanita yang sangat dicintainya.
Gadis, sosok yang sholehah, sederhana, dewasa dan mau menerima Joe apa adanya. Joe lebih tua tujuh tahun dari dia, namun walau terpaut lumayan jauh usia mereka, Joe menemukan bahwa Gadis adalah wanita yang ia yakini mau dan mampu menemaninya dalam mengarungi bahtera hidup. Kebahagiaan tidak diraih namun diciptakan, dan Joe menciptakan kebahagiaan itu bersama Gadis, sang Mentari Pagi.

Lambat laun hujan akhirnya mereda dan yang tersisa hanya butiran-butiran lembut air berjatuhan menciptakan nuansa damai nan eksotis. Ingin sekali ia berlama-lama menikmati pemandangan ini, namun jam menunjukan pukul sepuluh pagi dan saatnya bagi si Joe untuk berangkat memulai aktivitas hari ini, dengan penuh semangat.
Good luck untuk pekerjaan barumu Joe...

bersambung